Seorang perempuan tua pengungsi Palestina di pinggir kota Damaskus itu mengangkat kedua tangannya, menolak bantuan yang dibawa Ziad Al-Qisyawi. “Maaf, saya baik-baik saja, silakan berikan kepada tetangga-tetangga saya yang lebih membutuhkan,” katanya dengan suara parau yang tegas.
Meskipun tubuhnya sudah renta, berdirinya masih tegak di depan gubuk reyot yang disebutnya rumah itu. Ia bahkan tak punya kloset yang sehat. Tempatnya membuang hajat adalah sebuah lubang di tanah yang di atasnya ada kerangka kursi dari besi yang dipakainya duduk menahan tubuhnya.
Namun perempuan tua itu memiliki martabat yang tinggi, dan rasa syukur yang besar dibandingkan kebanyakan orang lainnya.
Menurut Ziad Al-Qisyawi, kordinator penyantun para janda dan yatim syuhada Palestina yang bekerja di bawah organisasi mujahidin Hamas, memang banyak pengungsi yang keadaannya lebih buruk dari perempuan tua tadi.
Rupanya Hamas bukan hanya jago bertempur, tetapi juga sangat rapi dalam menjalankan program-program kemanusiaan. Dalam kunjungannya baru-baru ini ke Indonesia, selama Ramadhan, Ziad Al-Qisyawi menjelaskan panjang lebar kinerja organisasinya mengurusi 500 ribu pengungsi Palestina di Suriah, yang tersebar di 20 titik.
“Baru-baru ini kami membiayai operasi tumor ganas seorang anak yang harus dilakukan di Jerman,” katanya kepada www.hidayatullah.com. Perawatan kesehatan juga menjadi perhatian organisasinya.
Ziad juga menunjukkan foto-foto walimatul ‘ursy para pemuda Palestina yang dibiayai pernikahannya oleh Hamas dan diberi modal keuangan untuk memulai rumah tangga.
Sekarang ini, menurut Ziad, di dalam wilayah Palestina saja ada sekitar 7000 keluarga yang ayahnya syahid dibunuh Israel di medan pertempuran atau karena disiksa di penjara.
Saat ini ada sekitar 12 ribu rakyat Palestina yang sedang disiksa setiap hari di penjara-penjara Israel, 200 diantaranya perempuan.
Setiap bulannya, Hamas menyalurkan dana bantuan untuk keluarga-keluarga tanpa ayah itu AS$ 500 per keluarga. Hamas juga memberi beasiswa AS$40 per anak per bulan dalam keluarga-keluarga itu.
Yang terbaru, Hamas di Damaskus juga sedang secara rutin menyantuni sekitar 15 ribu pengungsi Palestina yang disiksa dan diusir dari tempat tinggalnya di Iraq oleh kelompok-kelompok Syi’ah.
Celakanya, pemerintah Suriah juga menolak menampung mereka. Akibatnya, para pengungsi Palestina itu terpaksa tinggal di padang pasir dengan tenda-tenda darurat tanpa persediaan air, makanan dan pemanas yang memadai.
“Saya tidak bisa membayangkan parahnya keadaan mereka nanti di musim dingin,” kata Ziad lirih. Musim dingin di perbatasan Iraq-Suriah itu biasanya bisa mencapai kedinginan –10 derajat celcius disertai badai salju.
Setiap minggu, Hamas mengirim makanan, pakaian dan kebutuhan lain untuk para pengungsi Palestina dari Iraq itu.
Ziad Al-Qisyawi sendiri, adalah seorang mujahidin Palestina yang diusir oleh Israel dari tanah kelahirannya di Rafah. Ia memiliki 12 orang anak, namun sejak 24 tahun yang lalu ia tak pernah bisa menemui 6 orang anaknya karena dipaksa pisah oleh Israel.
Ziad dan istrinya bersama 6 orang anak tinggal di Damaskus, Suriah, sedangkan keenam anak lainnya di dalam wilayah Palestina yang terjajah, beratus-ratus kilometer jaraknya.
Ferry Nur, sekjen KISPA (Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina) mengatakan kepada www.hidayatullah.com, banyak orang Indonesia berpikir ‘ngapain jauh-jauh membantu orang Palestina, di negeri kita sendiri saja banyak orang susah dan kena bencana’.
“Harus saya ingatkan di sini,” kata Ferry Nur, “Masalah Palestina dan Masjidil Aqsha yang dijajah Zionis- Israel bukan cuma masalah kemanusiaan biasa, ini masalah agama, masalah aqidah.”
“Jangan-jangan,” kata Ferry, “berbagai bencana dan kesusahan yang dialami bangsa Indonesia sekarang ini, justru karena selama bertahun-tahun kita cuek dan mengabaikan penderitaan saudara-saudara kita di Palestina!”
Ferry juga mengingatkan, bahwa bangsa Palestina adalah diantara bangsa-bangsa pertama yang mengakui kemerdekaan dan berdirinya Republik Indonesia di tahun 1945. “Kita berutang pada mereka, sekarang waktunya kita melunasi utang itu,” tukasnya.
Rekening KISPA (Komite Indonesia untuk Solidaritas Palestina)
Bank Muamalat Indonesia (BMI) no: 311.01856.22 a/n Nurdin QQ KISPA
Sumber : Hidayatullah.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar